Emak-Emak Melek Informasi

8:31:00 PM


Setelah nonton ILC kemarin pasti banyak deh yang ngelus dada, nggak nyangka betapa bergejolaknya hidup di luar sana, betapa mengerikannya LGBT, apalagi pas bagian pernyataan Ibu dokter tentang fakta HIV di Indonesia. Dan yang bikin dada makin sesak adalah kenyataan ternyata yang jelas-jelas maksiat juga banyak pendukungnya, sampai ada komunitas yang memperjuangkan. Ya Allah.

Dulu waktu Awkarin naik daun saya sempat kepikiran ngapain sih lihat berita-berita beginian, tapi semakin kesini, makin berasa pentingnya tahu keadaan di luar sana, bukan cuma untuk bahan nyinyiran tapi buat jaga-jaga, kalau jaman now udah kayak gini, gimana nanti jamannya Ruwaid udah remaja.

Pilihannya, mau diam aja atau ikut barisan mereka yang berjuang. Kenyataannya anak-anak yang kita sayangi nggak akan selamanya ada dalam rumah, mereka akan keluar menghadapi dunia, kalau kita orang tuanya nggak siap dan nyiapin mereka karena nggak tahu kejadian di luar sana, anak-anak kita bisa apa, jadi apa?

Bisa dibilang tahun ini saya baru bangun dari tidur panjang nggak peduli Indonesia mau apa, bodo amat sama politik, de el el. Selama ini saya tuh malas lihat Fahri Hamzah setelah rajin nonton ILC kok malah kagum ya. Setelah kemarin ribut-ribut Ahok saya seperti siuman dari tidur panjang, setelah HTI 'dibubarin' saya baru bertanya-tanya kalau bermimpi untuk membangun Khilafah aja dilarang maka gimana jadinya, setelah lihat manusia-manusia seperti Abu Janda dengan berbagai variannya saya baru sadar ternyata disekitar saya selama ini banyak yang beginian tapi saya mendiamkannya, acuh, padahal bahayanya bisa bikin tersesat karena kata mereka putar-putar. Palestina, Suriah, Yaman, Rohingya, mereka butuh do'a kita, mereka harusnya membuat kita tidak merasa aman.

*****

Jadi beberapa bulan lalu pas lagi beli nasi kuning sama Ruwaid saya kenalan dengan seseorang yang seketika langsung akrab, saya langsung sok akrab ngajak kenalan. Diam-diam saya senang banget, dipertemuan pertama kami saya langsung ngajak dia ke kontrakan dalam rangka mau nanya-nanya tempat kajian. 

Karena tempat tinggal kami nggak berjauhan, saya juga main ke rumah doi, dari obrolan kami saya tahu dia nggak main fb, ig, tuiter dll, dia juga nggak punya wa. Handphonenya nokia tempo dulu. Di rumahnya nggak ada tivi apalagi akses internet, menurut dia nonton harus dibatasi dalam rangka menjaga pandangan termaksud ngelihat ustadz-ustadz yang lagi ceramah. 

Dia juga cerita kalau tadinya dia kuliah tapi setelah menikah dia berhenti, alasannya, perempuan harusnya di rumah aja, kuliah banyak campur baurnya, ikhtilatnya. 

Saya kagum, sebelumnya nggak kepikiran ada yang beginian di jaman now. 

Saya sempat berargumen dalam hati, ya elaah, kaku amat sih, islam ini nggak nyusahin umatnya, gimana mau berkembang kalau nggak tahu jaman lagi ngomongin apa, gimana cara kita mau menjaga anak-anak kita sedang kita nggak tahu diluar sana apa yang lagi marak, gimana kisahnya pergaulan... dan bla bla bla....

Tapi, emang benar perempuan harusnya lebih banyak di rumah walaupun islam nggak memasung perempuan.

Informasi yang banyak itu kebanyakan bukannya menambah pengetahuan apalagi iman, tapi malah ngerecokin jiwa, bikin nyinyir.

Pilihannya untuk di rumah adalah untuk mendampingi anak-anaknya, bukankan banyak yang menenteng gedget dalam rangka mencari ilmu parenting tapi mengacuhkan anaknya, malah tersibukan dengan gadgetnya. 

Gimana mau menebar manfaat ke orang lain kalau nongkrong di rumah aja, tapi bukankan peradaban dimulai dari rumah, gimana ceritanya mau ngubah orang lain kalau hati sendiri aja nggak bisa dikawal, keluarga aja dicuekin.


****

Sesaat saya seperti menyetujui pikiran-pikiran bawah sadar yang memenuhi kepala saya, tapi sebagian hati saya menolak, mungkin dengan jarang melihat informasi yang lagi ramai saya bisa mengurangi porsi pikiran yang ada di kepala saya, tapi balik lagi anak-anak saya akan keluar rumah, saya nggak akan selamanya mendampingi mereka, mungkin saya sudah memberikan bekal dari rumah, tapi apa bekal yang saya berikan sesuai. Gimana mau sesuai kalau saya nggak tahu di luar lagi ada apa.

Bukan cuma untuk anak-anak, melek informasi juga untuk saya. Berasa banget semrawutnya berita yang lalu lalang di mata kita lewat gedget, kalau kita nggak melek dan mencari tahu bisa-bisa kita salah telan atau nelan mentah-mentah informasi yang kita temui. Nggak peduli itu benar atau hoax, parahnya karena nggak melek untuk emak-emak perasaanpun jadi kebawa-bawa.

Goalnya sih sebenarnya biar nggak buta, makanya sekarang saya maksa diri saya untuk melihat keadaan negaraku, mungkin hampir nggak ada yang bisa saya lakuin tapi senggaknya saya bisa menyiapkan diri saya dan keluarga saya untuk menghadapi dunia.

:)

You Might Also Like

3 comments

  1. Ngeri ya, semoga kita bisa membimbing anak2 kita agar dijauhkan dr perilaku2 negatif

    ReplyDelete
  2. So, emang jadi penting ya Mak walaupun kadang terasa remeh dan alay. Tapi supaya kita jadi filter juga sih buat anak-anak ... :)

    ReplyDelete

I'm Proud Member Of