Singkat Padat Berdua Saja

7:59:00 PM


Beberapa pekan yang lalu saya ditanya teman kuliah saya, kami sama-sama ibu baru, dia nanya "Rahma kamu pernah marah ke Ruwaid nggak?" Jawaban saya "Pernah, tapi Ruwaid nggak ngerti." Mungkin lebih tepatnya dia ngerti tapi belum bisa nunjukin reaksinya.


Anak bayi juga punya hati punya rasa. Biasanya setelah marah-marah nggak jelas sayapun menyesal apalagi pas lihat Ruwaid tidur pulas, rasanya ingin saya keluarin hati saya dan saya cuci.


Kemarin nggak sengaja saya lihat di IG cerita tentang orang tua yang selalu merasa capek, merasa nggak dimengerti si anak, kerjaannya nyuruh-nyuruh, marah-marah. Yang sebenarnya bukan anaknya yang bermasalah tapi orang tuanyalah yang kurang mengerti anaknya. Apalagi kalau anaknya masih kecil dan nggak ngerti apa-apa. Pas baca ini saya langsung peluk Ruwaid, saya harus banyak belajar lagi biar mengerti, biar saling mengerti. Anak-anak fitrahnya masih suci, mereka nggak ada niat bikin susah, bikin repot, kita sebagai orang tua yang nggak ngerti mereka, tumbuh kembang mereka. 


Berangkat dari sinilah, saya membuat rencana untuk lebih sering menikmati waktu bersama Ruwaid, untuk lebih mengerti, untuk lebih sabar. Kami memang setiap hari selalu bersama, tapi pikiran saya ini masih sering teralihkan ke hal lain, entah jemuran, cucian, masakan, dan handphone. Intinya saya akan bermain dengannnya lebih serius lagi, lebih fokus lagi, nggak ada pegang-pegang handphone saat menemaninya main, kalaupun ada yang mendesak harus minta izin dulu.


Kemarin, biar rencana saya ini nggak hanya jadi wacana, saya mengajak Ruwaid main di luar, kami berdua saja naik angkot, quality time, kesimpulan dari perjalanan singkat kami adalah Rupanya si anak ini juga bosan nongkrong di rumah seharian.


Saya perhatiin matanya kemana-mana pas di angkot, dia keheranan ngelihat orang naik turun ganti-gantian. Untuk saya, ini membahagiakan sekali, rasanya hati jadi plong, membersami anak tanpa memikirkan apa-apa bikin hati senang. 


Sekarang Ruwaid sudah 14 bulan, sudah mulai bisa memilih apa yang dia suka, saat melihat saya pakai jilbab dia langsung nongkrong di pintu takut ditinggalin. Sampai sekarang dia masih suka gigitan kaki meja kalau lagi gemas, ngelihat dia tumbuh tiap hari, saya suka ngebayangin dia udah besar dan lebih memilih jalan sama teman-temannya dibanding saya, Saat itu saya nggak sekuat sekarang bisa gendong-gendong dia kemana-mana. 

Pas di jalan pulang, saya bilang ke diri saya "Rahma, kamu nggak boleh nyia-nyiain kesempatan bersama Ruwaid, perhatiin matanya, kakinya, pipinya, rambutnya, semua yang ada di dia, dia nggak akan selamanya anak-anak yang bisa kamu digendong-gendong, nanti dia akan tumbuh jadi laki-laki dewasa, menikah, dan tinggal bersama keluarga kecilnya, mungkin akan tinggal jauh, nggak bisa kamu peluk setiap saat seperti sekarang,  dia nggak nangis-nangis lagi saat nggak ngelihat kamu....." 

Tiba-tiba, kata-kata saya mendadak abis, air mata saya mau jatuh.

T_T

Boi, love you...

You Might Also Like

4 comments

  1. Habis baca ini langsung peluk bubuky

    ReplyDelete
  2. Samaa mba saya juga mikir gituuu... Harus bersyukur masih bisa gendong dan sering sering peluk anak. Kalo udh gede dikit pasti anak ogahogahan dipelukpeluk.. Sering saya mba menyengajakan jalan2 berdua doang dengan anak yg usianya 19bulan, ke taman atau ke toko buku, yang deket2 dulu aja. Heheh. Terus kalo ada kesempatan saya selalu mengajaknya memakai transportasi umum seperti bis kota atau angkot tau becak atau delman. Memang sih capek apalagi kalo anak mulai rewel minta digendong. Tapi saya yakin ini moment yang perlu dilalui agar saya lebih punya waktu quality time bersama anak, juga mengenalkan lingkungan luar kepada anak.

    ReplyDelete
  3. Hehe iyaa anak2 cepat gedenya..ni dah pada SD aja susah dipeluk2 lagi..

    ReplyDelete
  4. sama ya mbak, akupun begitu, pengennya jadi ibu peri tapi pada prakteknya sering jadi ibu tiri huhuhuuuu

    ReplyDelete

I'm Proud Member Of