Agar Ibu yang di rumah tidak merasa minder

8:33:00 PM

Beberapa hari yang lalu, salah seorang teman kerja saya dulu, menghubungi saya dengan tanya, sekarang aktivitas saya apa? apa jadi IRT saja atau ada yang lain?

Kebetulan, saat itu saya sedang mengejar matahari (menjemur pakaian), jadilah saya jawab singkat kalau saya jadi IRT saja. Setelah merapikan semua jemuran, saya ambil handphone, kemudian saya skrol ke atas abrolan kami, saya juga sempat mengintip obrolan ibu-ibu di grup sebelah yang membahas bisnis dan omsetnya, jiwa saya langsung nelangsa melihat rupiah yang disebutkan, sedang saya disini, masih bergulat dengan cucian. 😅

Sepanjang hari saya diliputi keresahan, gimana caranya biar bisa berpenghasilan lagi, gimana caranya? 

Kerja kantoran? nggak lah… *orang barusan resign
Bisnis? bisnisss apa? *mutaaaaar otak
Investasi? *lirik atm yang sudah tergerusss sampai keraknyaaa.
Ikut undian *jadi ingat pernah ikut undian biskuit khong guaan
Ngeblog? *Blog diapain?
Jual ginjal? *😅

Barangkali hal ini juga menjadi salah satu sebab kegalauan ibu-ibu di rumah, kegalauan itu semakin bertambah-tambah saat melihat omset berjutjut dari ibu-ibu yang lain, padahal sama-sama di rumah juga ya, belum lagi ditambahi embel-embel, kerja dasteran omset jutjutan atau kerja santai-santai tapi bisa dapat duit mayan buat nambah-nambah sedekah.. cieee… 

Dan akhirnya saya pun ikut bobok siang bareng Ruwaid. 

Bangun tidur, saya langsung bilang ke diri saya kalau berada di rumah adalah pilihan saya secara sadar, boleh galau biar hidup lebih fariatip, tapi galaunya jangan dipelihara. Jadi apapun yang harus dihadapi oleh jiwa saya ini, saya harus kuat, apalagi pas ditanya penjual cilok disamping kontrakan, mau jualan apa? dikira saya mau saingan usaha sama dia, tahu aja saya lagi belajar bikin cilok. hahaha

Jadi Goal saya berada di rumah adalah menjaga anak dan membersamai suami!

Bagaimana merawat 'Goal' inilah yang harus saya jaga, karena dalam perjalanannya, perasaan bahagia karena bisa ngemong anak sepanjang hari bisa saja berkurang, melayani suami yang sebenarnya dipahami sebagai ibadah adakalanya dibumbui keluhan, belum lagi, sering merasa bagai butiran debu saat berhadapan dengan ibu-ibu yang kayaknyaa kok bidadari syurga banget, sempurna, serba bisa, kreatippp, pintar masak, syantik, sabar ngemong anak, dan bisa berpenghasilan.

Oleh karena itu jika perasaan nelangsa diatas mendatangi maka saya buru-buru mengingat goal  yang sudah saya tetapkan, sedang urusan rezki, Allah yang atur.

Seorang ustadz pernah menceritakan kisah orang tua yang tidak ada lagi harapan untuk hidup, namun tiba-tiba ia tersadar dari koma, lalu meminta es krim. Anak dari orang tua tersebut pun heran sekaligus bahagia, atas persetujuan dokter kemudian diberikanlah es krim. Tak berselang lama setelah memakan es krim, orang tua tersebut meninggal.

Hikmah yang bisa dipetik adalah rezki kita pasti akan sampai, pun saat kita tak lagi sanggup untuk bergerak. Pada kisah orang tua tersebut Allah memperlihatkan tentang rezki yang tidak melulu harus kita upayakan sendiri, rezki itu bisa datang dari perantara orang lain, yang terkadang tidak ada upaya kita disitu. Lagi-lagi ini tentang keyakinan.

Jadi daripada merana, mari mengisi ruang jiwa anak yang sudah diamanahkan Allah, toh goal utama berada di rumah bukankah untuk membersamai mereka? Masih banyak banget yang belum pelajari, bukankah tidak mungkin menyampaikan ilmu kepada mereka sedang diri sendiri tidak berilmu?

Salam kamis manis :)


You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of