Mengatasi rasa duka cita dalam kehamilan

10:50:00 AM



Judul tulisan ini saya kutip dari salah satu tema yang ada dalam buku “Kitab Hamil” karya Heidi Murkof. Buku ini adalah hadiah dari suami saya setelah kami sama-sama dikejutkan dengan dua garis merah samar.


Buku setebal 720 halaman ini menemani dengan setia selama saya hamil. Hampir seluruh isi buku ini sudah saya baca, kecuali satu bagian saja yakni bagian mengatasi rasa duka cita dalam kehamilan, saya sengaja melewatkan bagian ini karena tidak mau membayangkan hal-hal tidak baik berkenaan dengan kehamilan yang saya jalani. Namun, qadarullah, kita tidak dapat menghindari semua yang kita takutkan. Akhirnya pelan-pelan saya membacanya juga, tepat lima hari setelah saya melahirkan, setelah anak saya meninggal.

Rasanya, jangan ditanya kaka Kejadiannya terjadi begitu cepat dan tidak bisa terwakilkan oleh kata, setelah menanti berbulan-bulan, kemudian pulang dengan tangan hampa. Mencoba mengembalikan urusan ini kepada Allah adalah pilihan yang paling menenangkan, tidak ada yang sia-sia di sisiNya.

Seorang ustadz mengatakan bahwa kehilangan anak adalah ujian yang berat, hal ini untuk saya adalah dukacita tersulit yang pernah saya hadapi. Padahal sudah hampir dua bulan tapi rasa-rasanya baru kemarin, saya bisa mengingat bayi saya 24 jam dalam sehari, kenangan tentangnya akan tertuang begitu saja saat saya melewati tempat-tempat yang pernah saya datangi selama hamil, rindu tiba-tiba bisa membuat saya menititkan air mata saat melihat tumpukan pakaian Ruwaifi yang berulang-ulang saya lipat, kereta dorong lengkap dengan angan-angan untuk mengajaknya keliling perumahan setiap libur kerja membuaat saya kehabisan kata-kata, baskom besar untuk ia pakai mandi selalu berhasil membuat tanggul air mata saya bobol, botol susu asip yang sudah siapkan, ah sedih rasanya namun larut dalam kesedihan juga tidak membawa kebaikan apa-apa, kesedihan berlarut-larut justru membuka pintu amalan syaitan dengan berandai-andai.

---------

Dalam buku “kitab hamil” dipaparkan beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi rasa duka cita saat kehilangan, diantaranya saya tulis dibawah ini dengan sedikit penambahan pengalaman yang sudah saya lewati. Semoga menyembuhkan kita yang sedang di uji

1. Perbaiki hubungan dengan Allah

Insyaallah akan melapangkan hati kita dengan hadirnya kesadaran-kesadaran bahwa semua milik Allah dan kepadanyalah semua akan kembali.

2. Lihat, peluk, dan namai bayi anda.

Entah apa rencana Allah, saya ditakdirkan tidak melihat bayi saya sebelum di makamkan. Keinginan untuk bisa melihat dan memeluknya adalah mimpi yang saya simpan-simpan, mungkin nanti di akhirat. Aamiin.
 
Jika memungkinkan peluk dan lihatlah bayi anda semoga hal ini lebih cepat memulihkan.

3. Simpanlah foto dan kenang-kenangan lainnya, agar anda memiliki pengingat yang nyata saat memikirkannya.

Beberapa hari yang lalu akhirnya saya memberanikan diri untuk membuka box besar tempat perlengkapan bayi saya di simpan, saya mengeluarkan semua isi box itu kemudian melipatnya kembali, hal ini saya lakukan berulang saat menantinya. Rasanya lumayan menanangkan walaupun awalnya sempat sedih-sedih.

4. Menerima kenyataan

Iya. Menerima kenyataan bahwa takdir anak kita memang begitulah, apapun rupa kejadiannya, semenyesakkan apapupun itu, kita harus menerima bahwa kematian sudah ditetapkan waktunya, dan tidak dapat di undur atau di majukan.

Meminta keluarga untuk membiarkan segala sesuatu yang telah saya persiapkan untuk bayi saya adalah salah satu cara yang saya tempuh agar bisa berdamai dengan kenyataan. Pulang ke rumah yang seolah-olah tidak pernah menantikan kehadirannya adalah upaya lari dari kenyataan, dan akan membuat kita sulit mengikhlaskan.

5. Memahami bahwa proses duka cita biasanya memiliki banyak tahapan, dan yakinlah duka cita ini seiring waktu akan membaik.

6. Perkirakan akan datangnya masa-masa sulit. Akan ada perasaan hampa dan kesepian yang tiba-tiba muncul padahal kita disekeliling banyak keluarga, perasaan rindu yang membuat nafsu makan hilang, dan perasaan bersalah mungkin saja akan datang. Semua itu normal.

7. Menangislah jika itu melegakan.

8. Ketahuilah bahwa para ayah juga berduka, namun ia sulit mengungkapkannya atau ia berusaha menguatkan diri untukistrinya. Berbagi rasa insyaallah akan membantu mengatasi duka cita. Cara ini tidak hanya memberi ketenangan, tapi juga membantu menjaga hubungan.

9. Jangan menghadapi dunia seorang diri.

Ketakutan pada wajah yang menanyakan “kapan si kecil lahir?” “apa sebab meninggalnya?” masih saya rasakan sampai saat ini.

Siapkan jawaban jauh hari sebelum kembali berinteraksi dengan dunia luar.

Untuk bagian ini saya memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan “apa sebab meninggalnya anak saya” sebab setelah tanya itu saya akan menangis semalaman dan membuka pintu untuk berandai-andai, belum lagi si penanya tidak berempati dengan berkomentar ini itu yang menyakitkan hati.

Saya juga banyak mendapat pertanyaan “sudah lahiran ya? Cewek atau cowok” untuk pertanyaan ini jawablah sesuai pertanyaan tanpa menjelaskan bahwa anak kita meninggal.

10. Sadarilah bahwa ada beberapa orang teman atau saudara tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dibicarakan. Beberapa orang mungkin justru mengatakan hal-hal yang menyakitkan walaupun berniat membantu.

Meskipun niat mereka baik, mereka tidak akan mengerti bahwa jika seseorang belum pernah merasakan kehilangan seperti ini, ia tidak akan mengetahui bagaimana rasanya, bahwa bayi lain tidak akan pernah bisa menggantikan bayi yang telah tiada, bahwa rasa cinta kita terhadap bayi kita sudah tumbuh jauh sebelum ia lahir.

Jika mendapati kondisi seperti ini mintalah seorang teman untuk menjelaskan  bahwa sekedar menyampaikan perasaan empati tanpa bertanya ini itu akan lebih membantu.

11. Carilah dukungan dari orang yang sudah mengalaminya.

Di hari kedua setelah kembali bekerja saya didatangi salah seorang rekan kerja yang sudah berusia lanjut, beliau seorang bapak. Beberapa bulan yang lalu anak beliau meninggal, mata beliau berkaca-kaca saat mendatangi saya... “ berat kehilangan anak rahma..” kata-kata ini diulanngnya sampai dua kali. Air mata saya berlinang, namun disatu sisi saya juga terhibur dengan kesadaran bahwa tak berbilang manusia yang mengalami ujian serupa.

Dukungan lain datang dari salah seorang direktur di tempat saya bekerja, hiburan beliau sangan menenangkan tentang janji Allah untuk pertemuan kembali orang tua dan anak-anaknya di syurga. Semoga kita dimudahkan untuk menyusul anak-anak kita di syurga. Aamiin.

12. Mengatasi rasa bersalah dengan menyerahkan segala urusan kita pada Allah.

“Bersemangatlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah. Dan ja
ngan sampai kamu lemah (semangat) jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah ‘Qadarullah wa maa syaa fa’ala (Allah telah menakdirkan segalanya dan apa yang dikehendakiNya akan dilakukanNya). Karena sesungguhnya kata ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaitan” (HR. Muslim)


13. Berbahagialah saat mendengar kelahiran bayi teman-teman anda.

Rasanya berat karena perasaan mau juga. Awalnya saya tidak ingin berinteraksi dengan bayi atau anak kecil. Namun suami saya menunjukan ketabahan yang luar biasa, ia mengatakan bahwa kami harus berusaha bahagia dengan lahirnya bayi teman-teman kami sembari berdoa semoga kami juga diberikan kebahagian serupa.
___

Tidak bisa saya pungkiri bahwa sampai saat ini perasaan duka itu masih ada, namun di atas semua kejadian ini, keyakinan bahwa pasti ada hikmah yang sudah Allah siapkan adalah obat yang menguatkan. 

25 November 2015

You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of