(Semacam) Catatan hati seorang istri

2:32:00 PM

Satu setengah tahun yang lalu, saya nonton acara tivi di anteve, acaranya bikin penontonnya lap-lap mata, termaksud pembawa acaranya juga, saya juga ikutan nangis. Ibu paru baya yang duduk disamping pembawa acara menjadi pusat perhatian.

Si ibu yang menjadi bintang tamu ngelap mata berkali-kali dengan ujung lengan baju sambil menceritakan perjuangan hidup yang beliau lalui, hari-hari beliau bekerja sebagai tukang ojek dan tukang cuci, Tangan beliau sampe pecah-pecah karena mencuci dibeberapa rumah sekaligus. Cerita masih berlanjut, si ibu bekerja banting tulang seperti itu suaminya dimana? Ternyata suaminya lumpuh.

Jadilah si ibu selain sibuk ngojek sama nyuci harus memberikan perawatan ekstra ke suami. Suaminya jangan dikira santai-santai saja melihat keadaan ini, suaminya jugaa sedih karena tidak bisa membantu si ibu. Bagiaan akhir dari acara malam itu membuat saya berderai air mata, si ibu bilang kalau yang ia lakukan adalah bentuk bakti ke suami.

Dua hari yang lalu cerita si ibu tukang ojek kembali terulang dalam versi lain. Kali ini datang dari tukang jahit langganan saya, si ibu tukang jahit membuka curhatan tentang kisah hidup beliau yang berliku. Cerai trus nikah lagi, giliran nikah lagi suami berikutnya tidak memiliki pekerjaan tetap tapi si ibu bisa menerimanya. Cinta katanya, saya berusaha mengerti ini baik-baik sambil membayangkan apakah saya akan sanggup kalau suami nggak kerja trus saya harus banting tulang siang malam. Di akhir cerita beliau mengatakan bahwa rejeki yang ia dapat diyakininya tidak hanya Allah tujukan untuknya... Ada bagian suaminya yang Allah titipkan ditiap jahitan yang datang padanya. Saya tersenyum... Ah cintaa..

***
Bulan ini umur pernikahan kami sudah tujuh bulan saja. Kalau dihitung-hitung kebersamaan saya sama suami belum cukup sebulanan, sisanya dia di sono... Saya di sini. Romansa LDM an yah gini. Suami saya sering nanya, kamu kangen nggak? Saya jawab.. Nggak, biasaaa aja.. Hahahhaa. :v

Apa yang terjadi sebulanan ini? Saya sibuut kaka jadilah blog ini kosong melompong tapi komitmen untuk menulis perjalanan pernikahan kami ditiap bulannya insyaallah tetap membara. Bulan ini teutap dong bertabur cerita, beberapa dari hasil jelalatan saat bermotor, beberapanya lagi dari hasil nguping yang nggak disengaja.

Cerita tukang jahit yang saya ceritakan diatas itu aslinya panjang, si ibunya curhat panjang kali panjang, dan saya terharu. Terharu karena mengingat protes yang saya layangkan ke suami, perut suami saya yang malah menunjukan tanda-tanda berisi *baca: buncit* saya memintanya untuk rajin berolahraga biar triplex.. haha. dia mengikuti nasehat saya. Sedang dia ke saya, tidak sekalipun meminta saya untuk ini itu, katanya disuatu sore, “mau buncit kek mau kurus kek, tetap sayang”. Sekali waktu suami saya menjadi korban tukang cukur, lah model rambutnya kok jadi kayak tentara sih... saya terus saja nyerocos, giliran saya menjadi korban si neng tukang cukur, seharian saya galau karena modelnya sungguh seperti polwan nyasar, haha tapi suami saya tetap saja memuji, bagus kok.

***
Sampai kapan saya akan mencintainya? Kalau dia begini atau begitu, apakah perasaan saya masih akan sama? adalah tanya yang muncul beberapa hari yang lalu, munculnya diatas motor pula Eh Siapa bilang setelah menikah kita tak akan jatuh cinta kepada orang lain lagi? Atau menikah akan membebaskan diri dari kegalauan? Kabar buruknya, justru setelah menikah, masalah yang tidak terpikir malah bermunculan, galauanya d kali tiga. Kabar baiknya, komitmen itu adalah pilihan.

Saya tidak menemukan jawab sampai kapan. Perkataan Rasulullah bahwa “Tidak. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku tatkala semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang yang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain” Adalah parameter saya dalam mengukur dalamnya cinta, sampai kapan? Bahkan sampai khadijah meninggal pun Rasulullah masih saja mengenangnnya. Karena apa? Apa yang diberikan khadijah sungguh membuat hati meleleh.


Maka biarlah cinta berpayah dalam pembuktiannya, bukan sebab rupa atau keadaan, tapi sebab Allah.

November 2014

You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of