Hidup lurus

1:39:00 PM

Dalam perjalan menuju ke tempat kerja, ketika memasuki jalan salah satu perumahan elit di kawasan cibubur, saya melihat antrian panjang mobil yang serba yang salah, mau maju tak mungkin, mau mundur malah cari masalah, macet. Namun, saya dengan naluri pengendara motor yang selalu berharap bisa nyelip kiri kanan masih santai santai, jalan terus melewati jalur berlawanan. Dalam benak saya, kenapa jalur berlawanan ini malah kosong melompong, saya tidak berpikir panjang, dalam pikiran saya hanya ingin menikmati penderitaan pengendara mobil mewah yang tak bisa berbuat apa-apa dalam kemacetan. hehe.

Yang menjadi soal bukan asiknya saya berkendara tanpa saingan, masalah sebenarnya adalah niat saya untuk berbahagia diatas pengendara lain tidak berlangsung lama, akhirnya saya sampai juga di titik tidak bisa berbuat apa-apa, mau maju salah, mundur lebih salah lagi.

Yang menarik perhatian saya adalah penyebab tersumbatnya jalanan, kemacetan panjang itu rupanya karena ulah supir truk yang memarkir kendaraan seenak-enak hati, memakai saparuh jalanan untuk seorang diri. Pengendara yang terjebab macet termaksud saya hanya bisa pasrah secara terpaksa sebab si supir truck tak kelihatan batang hidungnya, sedang truck itu mau didorong rame-rame pun saya tetap yakin tak akan berpindah posisi. hehe. Saran ekstrim keluar dari pengendara di belakang saya "sudaaah bakar saja truknya"

Tidak kurang dari satu jam saya ikut nongkrong kuda menunggui supir truck yang entah dimana keberadaannya. Posisi tak berdaya pengendara yang terjebak macet semakin panas saat pengendara mulai berebutan separuh jalan yang lain, tak menunggu lama sampai akhirnya separuh jalan yang tersisa juga ikut tersumbat. Seorang laki-laki yang hendak jadi pahlawan dengan menjadi tukang parkir dadakan bukannya mendapat simpati, malah di cibir mengutamakan kepentingan sendiri. Saya memandang lelaki paru baya itu dengan tatapan kasihan, saya haqul yakin bahwa ia benar-benar membawa kepentingan umum dalam misinya sebab motor yang ia pakai telah ia tinggalkan untuk mengarahkan kendaraan lain. 

Dalam keadaan genting, saya berusaha mencari posisi paling enak dengan mematikan mesin motor sambil melihat berbagai raut muka dalam kemacetan panjang yang menjebak kami. Satu jam pertama telah berlalu, belum juga ada jalan keluar, kemacetan semakin memanjang, si supir truk belum juga kelihatan. Kali ini si supir truk telah menjarah emosi setiap pengendara yang sejatinya melewati jalan tersumbat ini untuk mempersingkat jarak, eh tahu-tahu malah terjebak. ehehe. Pendek kata, keringat ijo mulai membasahi kening saya, andai saja pengendara mau diatur pastilah separuh jalan yang tadi tidak tersumbat bisa dilewati. 

Dan si supir truck, entah apa sebab musabab hingga ia begitu menyusahkan pagi ini. hehe, menyusahkannya pun tidak hanya pada satu dua orang, tapi sampai ratusan orang. Kepada sesuatu yang serba mungkin dalam menyikapi kemacetan ini, setiap pengendara tetap diberi ruang untuk berkompromi dengan mulut, boleh mengomel dan mengutuki si supir truck, boleh pula menderita sambil membunyi-bunyikan klakson,  atau boleh juga main efbi seperti yang saya lakukan. 

Setelah emosi terkuras, akhirnya sumbatan diujuang jalan pelan-pelan terbuka. Walau pelan, saya bisa melihat bahwa masalah pagi ini bisa terselesaikan karena mau di atur, jalan-jalan yang separuh tadi mulai diatur agar bisa dipakai bergantian. Saya melap keringat, sungguh, dalam hidup ini banyak sekali masalah karena ketidak mauan untuk diatur-atur, andai mau diatur sedari tadi maka pastilah kemacetan panjang ini bisa sedikit di hindari.

Akhirnya saya melewati kemacetan itu dengan satu pelajaran penting untuk mengikuti aturan kalau tak mau repot, orang tua mengajarkan hal ini dengan kalimat "hidup lurus kalau mau selamat". :)









You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of